Dahulu kala, hiduplah
seorang pemuda yang sangat kaya raya. Semua tanah yang ada didaerahnya
merupakan peninggalan sang ayah. Pemuda tersebut dengan terpaksa diangkat
menjadi raja di daearahnya. Suatu hari, pemuda ingin pergi berburu. Ia
memerintahkan semua pegawainya mempersiapkan apa yang diperlukan tuannya. Semua
pegawai bergerak cepat karena takut mendapatkan hadiah bentakan tuannya. Tidak
ada satu pegawaipun yang bernafas secara normal. Pemuda ini sangat dingin.
Tidak pernah ada pujian yang terlontar dari mulutnya. Mereka bersiap-siap untuk
berjalan menuju ke sebuah hutan yang paling luas dan paling rimba di seluruh
daerah tersebut.
Di pertengahan jalan,
pemuda itu berteriak, “Akulah raja yang berkuasa di daerah ini. Semua makhluk
hidup harus tunduk kepadaku”. Para pegawai menunduk seperti malu melihat
kelakuan tuannya.
Ketika tiba, Tuannya
memerintahkan satu pegawai yang paling cakap untuk membantunya. Dia adalah
pegawai yang paling dekat dengan tuannya. Si Kakek. Dia merupakan pegawai
paling tua yang setia menemani pemuda itu sejak dari kecilnya. Dialah yang
sanggup menerima kelebihan dan kekurangan pemuda tersebut.Kemudia, mereka
berdua mulai berjalan menyusuri jalan tersebut dengan membawa senapan besar
yang dibaru dibeli dari Belanda.
“Kakek, aku yakin, satu
peluru ini akan menghancurkan tulang-tulang seekor harimau besar. Dan, kita
bisa memerintahkan beberapa rakyat untuk membuatnya menjadi pakaian
kebanggaanku” Pemuda itu berbicara dengan bangganya. Seperti biasanya, kakek
tersebut tidak pernah memberi komentar apapun. Dia tahu sekali bahwa kata tidak
akan menghilangkan satu kepala manusia.
Di pertengahan jalan,
Pemuda melihat satu ekor harimau besar. Pemuda berbisik kepada sang kakek, “
Pergilah menyingkir dan lihatlah bagaimana aku menyelesaikannya”. Belum
meluncurkan jari telunjuknya, seorang gadis cantik, bahkan tercantik mencoba
untuk menangkap harimau itu. Pria itu terpanah melihat paras wajah sang gadis.
Tangannya lemah seingga senapan itu terjatuh di tanah.
“Apakah tuan baik-baik
saja?” Si Kakek bertanya.
Pemuda itu hanya terdiam
dan tak berbicara apapun. Dia sedang asyik melihat wajah dan lekukan tubu sang
gadis yang begitu indah. Dengan gaun berwarna putih dia mengajak harimau itu
berdansa. Pemuda sedang membayangkan dirinya yang berdansa bersama dengan gadis
itu.
“ Tuan…….Tuan…..Tuan” Si Kakek berteriak di telinganya.
Apakah yang kau lakukan kakek?. Kau hampir saja
memecahkan gendang telingaku.
Kakek tadi melihat tuan
seperti mayat hidup saja. Tuan tidak bergerak sama sekali ketika saya panggil.
Aku mati karena si
bidadari kek.
Ah? Bidadari? Dimana
Tuan? Jadi, benar cerita-cerita orang kampong ini kalau di daerah kita ada
bidadari?
Iya kakek, bahkan yang
ini lebih cantik dari bidadari.
Apa? Adakah gadis yang
lebih cantik dari bidadari?.
Ada. “Tuh” Si pemuda
menunjuk kea rah gadis tersebut.
O…. Itu gadis di desa
sebelah. Dia bekerja sebagai pemanen kayu manis di desa itu. Dia memang
terkenal paling cantik dan paling rajin di daerahnya. Sudah banyak pria yang
mengejar-ngejar dia namun semuanya ditolak.
“Hahahahahah. Terang
saja mereka ditolak, tak punya apa-apa, masih berani mendapatkan gadis ini.
Percaya padaku kek satu kata akan membawa gadis itu kepelukanku. Tidak ada
seorang manusia pun yang berani menolakku.
Pemuda mencoba untuk mendekati si gadis. Namun, belum
5 langkah, si harimau berteriak. Gadis tersebut menoleh dengan lembutnya.
Sejenak, dada si pemuda berdetak begitu cepatnya.
“Hai gadis, aku hanya ingin
berkenalan denganmu. Siapakah namamu. Maukah kamu menjadi pendampingku?”.
Si gadis ternganga
mendengar pertanyaa pemuda tersebut. “Kamu gila”.
Iya, aku gila. Aku gila
karenamu. Karena kecantikanmu. Jika kau menjadi pendampingku kita akan
bersama-sama menjadi penguasa di daerah ini. Adakah hal lain lagi yang
diinginkan manusia?
Sambil menggeleng si
gadis berkata, “Engkau lupa akan banyak hal pemuda. Bagimu harta dan tahta
segalanya. Bagiku itu semua tiada berguna. Banyak pemuda yang lebih kaya dari
padamu dan lebih bertahta dibandingkan engkau yang ingin mendapatkanku.
Semuanyapun aku tidak terima. Aku sudah bosan dengan apa yang engkau tawarkan.
Lebih baik engkau pergi daripada mati dimakan oleh hewan-hewan ini”.
Wajah pemuda tersebut
terlihat memerah. Baru pertama kali ini dia ditolak dan diusir. Seketika
wajahnya mulai memerah. Darahnya naik seperti mau pecah tubuh itu. Ingin
rasanya peluru itu disarangkan ke tubuh gadis yang disebutnya bidadari namun
hatinya tidak rela kehilangan dia.
“Ayo kek, kita pergi.
Semoga kau tidak menyesal dengan keputusanmu”.
Gadis dan harimau itu
pun kembali berdansa seperti tidak ada hal besar yang telah terjadi. Semakin
mengamuklah pemuda itu di dalam hatinya. Dengan segera pemuda dan kakek berlari
menuju ke tempat pegawai-pegawainya yang sedang menunggu. Sesampainya di tempat
itu, pemuda mengarahkan senapannya ke atas kepalanya semua peluru berterbangan
ke segala arah. Para pegawai menutupi kuping karena kerasnya suara yang
dikeluarkan. Pemuda tidak memperdulikan sekelilingnya yang dia tahu bahwa
darahnya ingin segera keluar dari tubuh.
“Jika ada yang berani
menolak bahkan mengusirku, Penggal kepalanya!”
Setelah kejadian itu,
keadaan di rumah pemuda semakin parah. Semua pegawai mulai dibentak-bentak. Jika
air yang diminta terlalu panas, pemuda akan menyiramkan ke muka yang
mengantarnya. Jika makanan dia rasa terlalu asin maka akan ditambahkan garam
jauh lebih banyak dan meminta pegawai untuk memakannya. Saat malam, kalau
pemuda tidak bisa tidur maka semua pegawai harus berkumpul di ruangannya
membacakan cerita jika ada pegawai yang tertidur maka bantal akan bersarang di
wajahnya. Tidak kuat dengan perlakuan pemuda, si kakek memutuskan untuk mencari
si gadis itu dan membawanya ke rumah pemuda. Habis waktu si kakek akhirnya dia
menemukan juga gadis itu di hutan yang kemarin dia datangi.
“Gadis, tolonglah aku.
Bersediakah kau datang ke rumah tuanku?. Jika tidak, maka matilah aku”.
“ Si gadis terperangah
melihat wajah mengemis sang kakek. Di dalam hati dia merasa kasihan dengan si
kakek namun di sisi lain dia tidak suka dengan pemuda itu karena telah
mendengar cerita-cerita penderitaan orang-orang karena perilakunya. Namun,
wajah kakek tua itu menghalangi keinginan hatinya untuk menjauhi pria itu. “Ayolah
kek” Si gadis megajaknya dengan lembut”.
“Tuanku, tuanku” Pegawai mengetuk pintu
memanggil tuannya.
“Ada Apa? Masih
kurangkah kalian menyiksaku berhari-hari ini?” Pemuda membentak.
“Kakek membawa seorang
gadis. Gadis itu sangat ingin bertemu dengan tuan”.
Pemuda berkata di dalam
hati, “Dia menyesali tindakannya juga”. Pintu
terbuka. Ketika pemuda melihat muka pegawainya, wajah pegawai tersebut mulai
menunduk dan terlihat sangat ketakutan sekali. Pemuda itu berlari cepat menuju
ke ruang tamu sambil merapikan pakaiannya.
“Sudah kubilang, tak ada
orang yang bisa menolakku gadis” .
“Aku datang bukan
untukmu tetapi untuk si kakek. Kakek bilang dia akan mati kalau aku tidak mau
menuruti permintaannya. Jauh dari lubuk hatiku sedikitpun aku tidak rela untuk
menemuimu”.
“Lancang mulutmu,
gadis!. Kau pikir, kau ini siapa?”.
“Aku memang tidak
mempunyai harta. Rumahpun aku tidak punya. Namun aku punya banyak hal yang
tidak kau miliki. Bukankah juga mengejar-ngejar aku?. Merana dirimu karena aku
menolakmu. Gadis manapun tidak akan pernah mau bersuamilan pemuda seperti kau
yang hanya berkepalakan harta dan tahta”. Pemuda itu berlari mendekati si
wanita. Sambil menarik rambutnya dengan kuatnya, pria itu berkata, “Asal kau
tahu dengan menunjuk suatu jari aku bisa mendapatkan seribu wanita secantik kau.”
“Kenapa tidak kau
lakukan? Kenapa hendak kau matikan semua pegawaimu setelah pertemuan kita?” Si
gadis masih dengan kuatnya melawan pemuda. Sambil menggoyangkan tubuhnya, dia
berkata,”Sedikitpun tiada takutku berhadapan denganmu” Lanjut si gadis”.
“Diaaaammmm” Belum
selesai pemuda itu berteriak, si gadis menendang kakinya dengan kuat sehingga
terjatuh. Si gadis berlari dengan kecangnya. Pemuda berteriak, “ Pegawai-pegawai,
cepat kejar gadis gila itu!”. Semua pegawai mulai keluar dari ruangan
masing-masing dan mulai mengejar gadis tersebut. Namun, gadis itu berlari
dengan sangat kencang cepat sekali dia menghilang dari pandangan. Ketika kakek
melihat tuannya, kakek berkata, “Tuan, hentikan ini semua. Harta dan tahta
tiadalah berguna. Pemuda tidak mendengarkannya. Dirubuhkan tubuh kakek tua itu
ke lantai dan berlari menuju si gadis.
Setengah jam berlari, akhirnya pemuda dan pegawai itu
menemukan si gadis di hutan yang dia kunjungi itu.
“Berhentilah mengejarku
pemuda. Disini kita bertemu, disini juga kita akan mengakhirinya”
“Ya, kita akan akhiri,
jika aku lihat kepalamu terbelah dua”.
Ketika ingin menangkap
dang gadis terdengarlah suara auman dari segala arah. Di saat itu jugalah
dilihat oleh pemuda ada banyak singa, harimau, musang, dan gajah seperti hendak
menerkamnya. Para pegawainya pun berlarian dan meninggalkan dia sendiri. Ketika
dia hendak berlari, berkatalah si gadis, “Berhenti! Atau kau akan mati. Sekali
saja aku menunjukkan jariku maka seribu hewan hutan ini akan mengabisimu.
Mengerti situasinya sangat
terjepit, pemuda bersujud dan memohon, “Janganlah lakukan ini padaku, apapun
yang kau inginkan akan kuberikan asalah jangan kau matikan aku”.
“Aku tidak berniat untuk
mematikanmu pemuda. Dirimu sendirilah yang menginginkannya. Masih ingatkah kau
dengan perkataanku bahwa ada banyak hal yang kau tidak mengerti. Yang tidak kau
mengerti itu adalah Kasih.
Kasih itulah yang
membuat binatang-binatang ini mau membantuku. Apakah kau lebih rendah daripada
binatang sehingga kau tidak mengertinya?. Pernahkah engkau berjalan-jalan di
sekitaran daerah ini dan melihat ada berapa banyak orang yang menderita karena
perbuatanmu. Pajak kau naikkan. Semua tanah kau rampas. Semua gadis cantik
harus menjadi milikmu. Setiap pemuda yang tampan dan kaya akan kau matikan. Bahkan
untuk makan pun kau yang tunjukkan jenis-jenisnya. Apa kau Tuhan? Kau hanya
manusia biasa yang karena pertolonganNya diberikan kuasa. Satu gigitian harimau
ini saja bisa menghabisi nyawamu pemuda. Kau kira kau punya segalanya? Kau
adalah orang yang paling miskin dan hina di dunia ini. Karena binatang pun tak
perlu beli pakaian, makanan, dan juga minuman untuk tetap hidup. Tidak seperti
kau.
Pemuda itu terdiam dan
seketika dia mencoba untuk berlari menjauhi gadis itu. Gadis berkata, “ Biarkan
dia pergi, nanti juga manusia pasti mati”.
Pemuda berlari sekencang mungkin. Pedih juga hatinya
mendengar perkataan si gadis. Makin deras air mata keluar, makin kencang dia
berlari. Tanpa sadar, dia menabarak sebuah pohon sehingga terjatuh dan
berguling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar