Sabtu, 29 September 2018

DITINGGAL KEKASIH
Di bawah pangkuan bumi
Sudah dari jam dua pagi,
Saya masih betah di sini

Sudah terbiasa menimang rindu sendiri
Kemarin di depan rumah,
Seminggu yang lalu di toko pak Amin, sambil mengutang nasi

Ada jejak-jejak kamu di lantai rumah kita
Bertahun-tahun saya tidak menyapu rumah

Di depan TV kita pernah saling bercumbu
Berkali-kali aku bilang, ‘I love you too’

Saya ditinggal KEKASIH
tidak ada hak menuntut takdir
Ada penguasa semesta yang tidak bisa digugat

“Ma, kita mau kemana?’’
Rintik hujan mulai turun. Andi mengulurkan jemari bersentuhan dengan dinginnya air.
“Ma......!”

Andi bingung memilih antara Mama atau hujan sebab selama ini Ia tidak memiliki teman selain matahari dan air. Mama selalu sibuk bermain sendiri. Setengah jam sudah Ia ngobrol bersama hujan. Mereka saling bertukar pikiran tentang hal-hal yang paling disukai dan juga hal-hal yang paling menjengkelkan. Hujan senang bersentuhan dengan Andi sedangkan teman-temannya enggan bahkan untuk mendekatinya. Seketika Andi sadar bahwa Ia tidak sendirian.

‘’ssssshhhhh… Aku mau tanya mamaku dulu! Soalnya ak bingung kami mau kemana. Tunggu ya!’’ Andi memercikkan air dan meninggalkan hujan.
“Ma… Kita mau kemana?”. 
Seketika Ia sadar sambil memberikan senyum ,“Kenapa kepala kamu udah basah begini? Jangan main hujan terus entar sakit nak!” Ia memeluk dan mengusap-usap kepala Andi.
‘’Kita mau kemana Ma?’’
‘’Ketemu papa’’ Ia memeluk anaknya erat.
‘Beneran Ma? Yeay… Bentar lagi aku ketemu Papa? Yeay….’’Andi meloncat-loncat kegirangan. Tiba-tiba Ia terdiam “Emang papa dimana Ma?”.
Kini Ia menatap Andi dengan sangat dalam. Mengelus kepalanya, ‘’Disana!” Ia menunjuk ke ujung jalan.  
’’Kamu haus nak?“ Ia memecah keheningan.
Andi mengangguk. “Mama haus juga?”
“Iya…. Jam segini apa ada warung yang buka ya?” Ia memandang sekeliling sembari memegang tangan anaknya erat.
‘’Kita masih punya uang Ma?”


“Pa.. Kamu gak kerja?’’. Sudah dari lima menit yang lalu Ia bolak-balik kamar membangunkan suaminya yang tertidur pulas selama berjam-jam. Yunita memberanikan diri menyentuh kakinya, “Pa…Pa….. kamu gak kerja?’’.
‘’Kamu apaan sih? Aku capek setiap hari kerja terus tapi gak kaya-kaya. Mendingan tidur! Capek aku mikir terus gimana caranya bahagiain kamu Yun!’’ Ia memalingkan tubuh dari Yunita.
Yunita duduk di sebelahnya sambil mengelus kepala dan merangkulnya. ‘’Kamu gak laper? Kamu mau aku masakin apa?’’ Yunita merangkulnya dengan sangat erat.

‘’Yun, hari ini ulang tahun kamu kan? Kamu mau dibeliin apa?” Ia memeluk Yunita sambil mencium keningnya lembut. “Aduh! Gak bisa nafas ni! Kamu meluknya kencang banget! Yunita mencoba lari dari pelukannya. Ia malah memeluknya semakin erat, “Makanya kamu bilang ke aku mau kado apa?”. Yunita menggeleng-gelengkan kepala, menggigit telinganya dan berlari ke luar dari kamar. Mereka berkejar-kejaran sampai akhirnya rubuh di atas sofa di depan TV. “I love you” katanya lembut. ‘’Love you too” Yunita membalas ciuman bibirnya. Ia berbisik di telinganya, “Kamu mau kado apa?”.  Yunita memeluk dan membalas, bisiknya, “Kita masih punya uang Dit?”.

‘’Ma…… Ma…! Itu ada warung kecil ak liat. Kita masih ada uang gak? Ma…. Ma!’’
 “Ya….. Ya….! Kenapa nak ?” Yunita tersadar dari lamunnya.
“Kita jadi beli minum gak?”
‘’Kamu haus yah?” Ia melihat sekeliling dan hujan semakin deras. ‘’Kita butuh air yah. Ya udah kita minum air hujan ini dulu aja yah. Yang penting kan kita gak haus lagi” Yunita menarik tangannya pelan. Andi sangat bahagia karena kini dia semakin dekat dengan hujan dan bisa kembali bercerita tentang mobil-mobilan yang baru saja ia curi dari halaman depan rumah tetangganya.


Pada akhirnya kamu selalu menjadi bayang-bayang
Aku menyeka air mata dengan hujan
Sampai saat ini kamu adalah arah dari penantian 

Bagaimana bisa saya melupakan masa lalu?
Karena cinta bukan hanya tentang uang dan makanan
Aku suka kamu dan segala bujuk rayu

Kini ditinggal jiwaku
Kekasih tak mau lagi merayu
Dengan segala kegagalan Ia teralu lama menjauh 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar