DITINGGAL KEKASIH
Di
bawah pangkuan bumi
Sudah
dari jam dua pagi,
Saya
masih betah di sini
Sudah
terbiasa menimang rindu sendiri
Kemarin
di depan rumah,
Seminggu
yang lalu di toko pak Amin, sambil mengutang nasi
Ada
jejak-jejak kamu di lantai rumah kita
Bertahun-tahun
saya tidak menyapu rumah
Di
depan TV kita pernah saling bercumbu
Berkali-kali
aku bilang, ‘I love you too’
Saya
ditinggal KEKASIH
tidak
ada hak menuntut takdir
Ada
penguasa semesta yang tidak bisa digugat
“Ma, kita mau
kemana?’’
Rintik hujan mulai
turun. Andi mengulurkan jemari bersentuhan dengan dinginnya air.
“Ma......!”
Andi
bingung memilih antara Mama atau hujan sebab selama ini Ia tidak memiliki teman
selain matahari dan air. Mama selalu sibuk bermain sendiri. Setengah jam sudah
Ia ngobrol bersama hujan. Mereka saling bertukar pikiran tentang hal-hal yang
paling disukai dan juga hal-hal yang paling menjengkelkan. Hujan senang
bersentuhan dengan Andi sedangkan teman-temannya enggan bahkan untuk
mendekatinya. Seketika Andi sadar bahwa Ia tidak sendirian.
‘’ssssshhhhh… Aku
mau tanya mamaku dulu! Soalnya ak bingung kami mau kemana. Tunggu ya!’’ Andi
memercikkan air dan meninggalkan hujan.
“Ma… Kita mau
kemana?”.
Seketika Ia sadar sambil memberikan senyum ,“Kenapa
kepala kamu udah basah begini? Jangan main hujan terus entar sakit nak!” Ia
memeluk dan mengusap-usap kepala Andi.
‘’Kita mau kemana
Ma?’’
‘’Ketemu papa’’ Ia
memeluk anaknya erat.
‘Beneran Ma? Yeay…
Bentar lagi aku ketemu Papa? Yeay….’’Andi meloncat-loncat kegirangan. Tiba-tiba
Ia terdiam “Emang papa dimana Ma?”.
Kini Ia menatap
Andi dengan sangat dalam. Mengelus kepalanya, ‘’Disana!” Ia menunjuk ke ujung
jalan.
’’Kamu haus nak?“
Ia memecah keheningan.
Andi mengangguk.
“Mama haus juga?”
“Iya…. Jam segini apa
ada warung yang buka ya?” Ia memandang sekeliling sembari memegang tangan
anaknya erat.
‘’Kita masih punya
uang Ma?”
“Pa.. Kamu gak
kerja?’’. Sudah dari lima menit yang lalu Ia bolak-balik kamar membangunkan
suaminya yang tertidur pulas selama berjam-jam. Yunita memberanikan diri
menyentuh kakinya, “Pa…Pa….. kamu gak kerja?’’.
‘’Kamu apaan sih?
Aku capek setiap hari kerja terus tapi gak kaya-kaya. Mendingan tidur! Capek
aku mikir terus gimana caranya bahagiain kamu Yun!’’ Ia memalingkan tubuh dari
Yunita.
Yunita duduk di
sebelahnya sambil mengelus kepala dan merangkulnya. ‘’Kamu gak laper? Kamu mau
aku masakin apa?’’ Yunita merangkulnya dengan sangat erat.
‘’Yun, hari ini
ulang tahun kamu kan? Kamu mau dibeliin apa?” Ia memeluk Yunita sambil mencium
keningnya lembut. “Aduh! Gak bisa nafas ni! Kamu meluknya kencang banget!
Yunita mencoba lari dari pelukannya. Ia malah memeluknya semakin erat, “Makanya
kamu bilang ke aku mau kado apa?”. Yunita menggeleng-gelengkan kepala, menggigit
telinganya dan berlari ke luar dari kamar. Mereka berkejar-kejaran sampai
akhirnya rubuh di atas sofa di depan TV. “I love you” katanya lembut. ‘’Love
you too” Yunita membalas ciuman bibirnya. Ia berbisik di telinganya, “Kamu mau
kado apa?”. Yunita memeluk dan membalas,
bisiknya, “Kita masih punya uang Dit?”.
‘’Ma…… Ma…! Itu
ada warung kecil ak liat. Kita masih ada uang gak? Ma…. Ma!’’
“Ya….. Ya….!
Kenapa nak ?” Yunita tersadar dari lamunnya.
“Kita jadi beli
minum gak?”
‘’Kamu haus yah?”
Ia melihat sekeliling dan hujan semakin deras. ‘’Kita butuh air yah. Ya udah
kita minum air hujan ini dulu aja yah. Yang penting kan kita gak haus lagi” Yunita menarik tangannya pelan. Andi sangat bahagia karena kini dia semakin dekat
dengan hujan dan bisa kembali bercerita tentang mobil-mobilan yang baru saja ia curi
dari halaman depan rumah tetangganya.
Pada
akhirnya kamu selalu menjadi bayang-bayang
Aku
menyeka air mata dengan hujan
Sampai
saat ini kamu adalah arah dari penantian
Bagaimana
bisa saya melupakan masa lalu?
Karena
cinta bukan hanya tentang uang dan makanan
Aku
suka kamu dan segala bujuk rayu
Kini
ditinggal jiwaku
Kekasih
tak mau lagi merayu
Dengan
segala kegagalan Ia teralu lama menjauh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar